Kamis, 22 Desember 2011

dignostik molekuler PCR dan RT-PCR (YAZA)


TUGAS KELOMPOK
DIAGNOSTIK MOLEKULER
PCR DAN RT-PCR
OLEH
KELOMPO IV (EMPAT)
YAYOK ZAIREN                 / N121 09 561 
FENTI A TUPANWAEL      / N121 09 509
VIVI SUAMOLE                  / N121 09 515
ROSITA HB                          /  N121 09 5535
YAYUSTINA                        / N121 09 543
NUR ATHIRA                        / N121 09 553
RABIATUL A PAGOTJA      / N121 09 5
FEBRI DITA WARDHANI   / N121 09 549
ULFA HASMI                       / N121 07


TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2011
BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan bioteknologi modern di awal tahun 1970-an telah membuka cakrawala baru dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai disiplin ilmu bergerak bersama dalam proses pengembangan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian biologi molekuler. Kajian aktivitas terpadu antar ilmu-ilmu biologi, biokimia, genetika, mikrobiologi, teknik kimia, komputasi, dan biofisika dengan menggunakan pendekatan biologi molekuler untuk menghasilkan suatu barang dan jasa yang terkait dengan perkembangan IPTEK.
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan biologi molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic, legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Site-directed mutagenesis of genes dan mRNA Quantitation di sel ataupun jaringan.
Seperti yang telah diketahui bahwa setiap mahkluk hidup memiliki materi genetik yang terkandung dalam DNA maupun RNA, begitu pula pada virus. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar dari pemeriksaan materi genetik pada kasus-kasus resistensi. Penelitian ini membutuhkan penggandaan dari kopi RNA virus yang membutuhkan teknologi PCR atau RT-PCR., yaitu Proses yang berlangsung secara in vitro dalam tabung reaksi sebesar 200 µl ini mampu menggandakan atau mengkopi DNA hingga miliaran kali jumlah semula. Maka pantas saja dengan berbekal DNA yang terkandung dalam sampel yang cuma secuil itu bisa diperoleh banyak sekali informasi sesuai kebutuhan kita.
Reaksi PCR meniru reaksi penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi dalam makhluk hidup. Secara sederhana PCR merupakan reaksi penggandaan daerah tertentu dari DNA cetakan (template) dengan batuan enzim DNA polymerase.












BAB II
PEMBAHASAN
II.1 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
II.1.1 sejarah PCR
Teknik PCR ditemukan pertama kali oleh Kary, B. Mullis pada tahun 1985. Impian Mullis dimulai ketika di bulan April, malam Jumat, 1983, saat membawa kendaraannya keluar kota menuju ke Negara bagian utara California dimana Mullis mendapatkan inpirasi yang bermakna dengan menemukan cara baru untuk mendeteksi urutan basa yang spesifik dari DNA. Penemuan yang mempesonakan itu dipublikasi pada American Scientific, 1990, yang memberinya peluang pada tahun 1993 mendapatkan hadiah Nobel dalam kimia atas penemuan PCR. Semula Mullis menggunakan enzim Klenow fragmen E.coli DNA Polymerase I untuk memicu perpanjangan potongan DNA yang spesifik. Namun, enzim ini tidak dapat bertahan pada saat tahapan denaturasi dari PCR, sehingga mengharuskan penambahan enzim yang baru lagi pada setiap siklus PCR. Kondisi ini merupakan suatu hambatan yang kritis, khususnya pada teknik yang diharapkan berlangsung secara automatis.
PCR sekarang teknik umum dan sangat sering diperlukan atau digunakan di laboratorium penelitian medis dan biologi untuk berbagai aplikasi. Ini termasuk kloning DNA untuk sekuensing , berbasis DNA filogeni , atau fungsional analisis gen , diagnosis penyakit keturunan , identifikasi sidik jari genetik (digunakan dalam ilmu forensik dan pengujian paternitas ), dan deteksi dan diagnosis penyakit menular . Pada tahun 1993, Mullis dianugerahi Hadiah Nobel dalam Kimia bersama dengan Michael Smith untuk karyanya pada PCR.
PCR merupakan metode yang bergantung pada siklus termal , terdiri dari siklus pemanasan dan pendinginan berulang dari reaksi untuk mencair DNA dan enzim replikasi DNA. Primer (fragmen DNA pendek) yang mengandung urutan komplementer ke wilayah target bersama dengan DNA polimerase (setelah mana Metode ini dinamai) merupakan komponen kunci untuk mengaktifkan amplifikasi selektif dan berulang. Sebagai PCR berlangsung, DNA yang dihasilkan itu sendiri digunakan sebagai template untuk replikasi, pengaturan dalam menggerakkan reaksi berantai di mana template DNA secara eksponensial diperkuat. PCR dapat ekstensif dimodifikasi untuk melakukan berbagai macam manipulasi genetik .
Hampir semua aplikasi PCR mempekerjakan polimerase DNA stabil panas, seperti polimerase Taq , suatu enzim yang awalnya diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus . Ini DNA polimerase enzimatis merakit sebuah untai DNA baru dari DNA bagian nukleotida , dengan menggunakan single-stranded DNA sebagai template dan oligonukleotida DNA (juga disebut DNA primer ), yang dibutuhkan untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan siklus termal , yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk serangkaian langkah didefinisikan suhu. Langkah-langkah siklus termal yang diperlukan pertama yang secara fisik memisahkan dua helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang disebut DNA mencair . Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing untai kemudian digunakan sebagai template yang dalam sintesis DNA oleh polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas hasil PCR dari penggunaan primer yang komplementer ke wilayah yang ditargetkan untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi spesifik siklus termal.
II.1.2 Prinsip Kerja PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik).
Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh DNA polimerase.
Gambar . 1. Pembag ian larutan sediaan PCR
ke dalam  beberapa tabung reaksi (atas ) dan  mesin   PCR   ( bawah)

II.1.3  Siklus PCR.
Proses PCR memerlukan pengulang-ulangan suatu seri terdiri dari tiga tahap yang disebut satu siklus PCR, yaitu : 1) tahap denaturasi,  yaitu cetakan DNA beruntai ganda (double strand) diubah menjadi untai tunggal (single strand), 2) tahap annealing, yaitu pembentukan hibrida antara dua buah primer oligonukleotida dengan sebuah molekul cetakan untai tunggal dan 3) tahap pemanjangan primer, yaitu pemanjangan primer secara enzimatis menghasilkan kopi target yang berfungsi sebagai cetakan dalam siklus berikutnya
Daerah target yang berupa DNA untai ganda dipisahkan secara denaturasi termal pada suhu 94-96 0C menjadi untai DNA tunggal. Temperatur kemudian diturunkan agar primer menempel pada daerah spesifik DNA target untai tunggal. Suhu untuk annealing tergantung pada Tm (melting temperature) dari hibrida  antara primer-cetakan. Pada umumnya seseorang menggunakan  program software untuk memprediksi Tm yaitu berdasarkan urutan primer dan konsentrasinya, serta konsentrasi garam secara keseluruhan. Suhu annealing terbaik ditentukan dengan optimasi. DNA polimerase kemudian digunakan untuk pemanjangan primer dengan adanya dNTP dan buffer yang cocok. Pemanjangan  primer terjadi pada suhu 720C untuk kebanyakan cetakan. Dengan cara demikian akan dihasilkan duplikat daerah target DNA untai ganda. Begitu siklus berlangsung, maka cetakan asli maupun kopi terget (hasil amplifikasi) berperan sebagai substrat untuk reaksi denaturasi, annealing dan pemanjangan primer. Proses siklus ini diulang sebanyak 20-40 kali sampai diperoleh DNA target untai ganda yang dapat diamati secara jelas pada elektroforesis gel agarosa
Jumlah siklus optimum tergantung pada kadar DNA target. Jumlah siklus yang terlalu banyak akan meningkatkan jumlah dan kompleksitas produk non spesifik sedangkan jumlah siklus  yang rendah akan didapat perolehan  yang kecil.
Jika siklus diulang beberapa kali, maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan diamplifikasi secara eksponensial yang hasil akhirnya (produk PCR, berupa untai ganda) dapat dirumuskan sebagai (2n-2n)X, dengan n adalah jumlah siklus, 2n adalah hasil pertama yang diperoleh setelah siklus pertama dan hasil kedua yang diperoleh setelah siklus ke dua dengan panjang tidak tertentu, dan X adalah jumlah kopi cetakan DNA. Dengan demikian satu molekul DNA yang diamplifikasi sebanyak 20 siklus akan menghasilkan sekitar (220-40) produk PCR yang dapat diamati secara jelas berupa pita DNA pada elektroforesis gel agarosa. Banyaknya siklus yang disarankan untuk masing-masing jumlah kopi atau molekul dapat dilihat pada tabel .
Tabel Hubungan jumlah molekul cetakan dan jumlah siklus PCR
Jumlah molekul cetakan
Jumlah siklus
3,0.105
25-30
1,5.104
30-35
1,0.103
35-40
50
40-45
Gambar 2 tabel (Innis and Gelfand, 1990)
II.1.4  Komponen PCR
Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain yang dibutuhkan adalah:
a.       Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. Jadi jangan membayangkan kalau PCR mampu menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli yang panjangnya kira-kira 3 juta bp itu. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita inginkan.
b.      dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
c.       Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.
d.      Ion Logam
·         Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.
·         Ion logam monovalen, kalsium (K+).
II.1.4 Tahapan Reaksi
Gambar. 3. tahapan reaksi PCR
Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:
a.       Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC – 95 oC selama 30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.
b.      Annealing
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC – 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.
c.       Ekstensi/elongasi
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya).
Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
a.       Pra-denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).
b.      Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir
PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath) untuk melakukan denaturasi, annealing dan ekstensi secara manual, berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi syukurlah sekarang mesin Thermal Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan.
II.1.5  Aplikasi teknik PCR
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
a.       Isolasi Gen
Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik. para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga  Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau babi. untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
b.      DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
c.       Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.
d.      Diagnosa Penyakit
PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus.
II.2 Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction. Seperti namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR biasa.
Perbedaanya dengan PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu siklus tambahan yaitu adanya perubahan RNA menjadi cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan enzim Reverse Transkriptase. Reverse Transcriptase adalah suatu enzim yang dapat mensintesa molekul DNA secara in vitro menggunakan template RNA.
Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, templat yang digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat menempel pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang mengkontaminasi proses ini harus dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA yang mempunyai poly(A) tail pada ujung 3′, maka oligo dT, random heksamer, maupun primer spesifik untuk gen tertentu dapat dimanfaatkan untuk memulai sintesa cDNA.
Reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) merupakan variasi dari polymerase chain reaction (PCR), sebuat teknik laboratorium yang biasanya digunakan dalam biologi molekular untuk menghasilkan sejumlah gandaan bagian tertentu untai DNA atau yang dikenal dengan Amplifikasi. Dalam RT-PCR, sebaliknya, untai RNA pertama-tama di transkrip balik menjadi DNA komplemen (complementary DNA, atau cDNA) menggunakan enzim reverse transcriptase, dan cDNA yang dihasilkan akan digandakan sepertihalnya PCR pada umumnya. Reverse transcription PCR (RT-PCR) jangan dirancukan dengan Real-Time Polymerase Chain Reaction (Q-PCR/qRT-PCR), yang biasanya terjadi kesalahan dalam penggunaan singkatan. Jadi RT-PCR merupakan singkatan dari Reverse-Transcription Polymerase Chain Reaction dan bukan kependekan dari Real-Time PCR. Biasanya Real-Time PCR disingkat dengan Q-PCR atau qPCR atau yang sebenarnya adalah Quantitative PCR.

II.2.1 Prinsip dan Prosedur RT-PCR

RT-PCR menggunakan sepasang primer, yang berkomplemen dengan sequens yang jelas dari masing-masing dua untai cDNA. Primer tersebut kemudian diperpanjang dengan bantuan enzim DNA polymerase dan akan menghasilkan sebuah untai gandaan pada setiap siklusnya dan seterusnya mengikuti amplifikasi logaritmik.
II.2.2 Tahap – tahap RT-PCR
RT-PCR meliputi tiga tahap utama antara lain :
a.       Tahap reverse transcription
Tahap reverse transcription (RT) atau transkripsi balik adalah dimana RNA ditranskrip balik menjadi cDNA menggunakan enzim reverse transcriptase dan primer. Tahap ini sangat penting dalam kaitannya dengan performa PCR untuk amplifikasi cDNA dengan bantuan DNA polymerase sebab DNA polymerase hanya dapat bekerja pada templet yang berupa DNA. Tahapan RT (Reverse Transcripsion) dapat dilakukan dalam tabung yang sama dengan PCR (one-step PCR) atau pada tabung yang terpisah (two-step PCR) menggunakan suhu berkisar 40°C sampai 50°C, tergantung pada karakteristik reverse transcriptase yang digunakan.


b.      Tahap denaturasi dsDNA at 95°C,
Pada tahap ini dua untai DNA akan terpisah dan primer dapat mengikat pada untai tersebut jika temperaturnya diturunkan kemudian yang selanjutnya akan dimulai rantai reaksi baru. Kemudian suhu diturunkan hingga mencapai suhu anealing yang bervariasi tergantung primer yang digunakan, konsentrasi, probe dan konsentrasinya jika digunakan, dan juga konsentrasi kation.
Perhatian utama saat memilih temperatur anealing optimal adalah melting temperatur ™ dari primer dan probe (jika digunakan). Temperatur annealing dipilih untuk PCR tergantung langsung pada panjang dan komposisi dari primer tersebut. Hal ini merupakan hasil dari perbedaan ikatan hidrokarbon antara A-T (2 ikatan) dan G-C (3 ikatan). Temperatur annealing biasanyaberkisar 5 derajat di bawah Tm terendah dari pasangan primer yang digunakan.
c.        Amplifikasi PCR
Amplifikasi PCR yang merupakan proses dimana dilakukannya perpanjangan DNA menggunakan Primer yang memerlukan Taq DNA polymerase yang termostabil, biasanya pada suhu 72°C, yang merupakan suhu optimal untuk aktivitas enzim polymerase. Lamanya masa inkubasi tiap temperatur, perubahan suhu dan jumlah siklus dikontrol secara terprogram menggunakan programmable thermal cycler. Analaisa produk PCR tergantung pada kebutuhann PCR. Jika menggunakan PCR konvensional, maka produk PCR dapat dideteksi dengan agarose gel electrophoresis dan ethidium bromide (atau dye nukleotida lainnya).

II.3 perbedaan PCR dan RT- PCR
PCR konvensional adalah PCR dimana tahap perbanyakan materi genetik dan tahap deteksi produk PCR dilakukan secara berturut-turut, yaitu tahap deteksi dilakukan bila tahap perbanyakan materi genetik telah selesai. Tahap deteksi dapat dilakukan dengan beberapa cara (format), salah satunya menggunakan elektroforesis gel kemudian dilanjutkan dengan hibridisasi pada membran menggunakan reagen pelacak atau hibridisasi dalam tabung reaksi. Jika yang diekstraksi adalah materi genetik berupa DNA maka DNA dapat langsung diperbanyak, tetapi jika yang diisolasi berupa RNA, maka diperlukan tahap tambahan untuk mengubah RNA menjadi DNA yaitu tahap transkripsi balik. Dalam hal ini, metode yang digunakan disebut RT-PCR (reverse-transcription PCR). Tahapan dalam PCR dan RT-PCR konvensional dengan format deteksinya dapat dilihat pada gambar di atas.
Keterbatasan PCR konvensional
Pada PCR konvensional, deteksi produk PCR dilakukan hanya pada tahap akhir. Seperti terlihat pada gambar di samping ini, deteksi tahap akhir menunjukkan hasil yang bervariasi sehingga dapat memberikan pembacaan yang kurang akurat. PCR hibridisasi merupakan salah satu contoh PCR konvensional dengan produk komersialnya yaitu Cobas Amplicor. Pada Cobas Amplicor, deteksi dilakukan secara kolorimetri setelah perbanyakan materi genetik selesai. Keterbatasan lain untuk PCR hibridisasi adalah batas deteksi atau batas kuantitasi kandungan DNA atau RNA dalam sampel tidak cukup rendah dan rentang linearitas yang tidak cukup luas.
Real-time PC, berbeda dengan PCR konvensioal, pada real-time PCR tahap deteksi dan tahap penggandaan materi genetik dilakukan secara bersamaan (simultan). Hal ini menawarkan beberapa keunggulan yaitu: deteksi produk PCR dilakukan pada fase eksponensial sehingga hasil yang diperoleh berada pada rentang daerah dengan presisi hasil tinggi. Selain itu, deteksi dilakukan menggunakan pelacak bertanda fluoresense. Pelacak adalah reagen yang menentukan kespesifikan hasil. Penggunaan fluoresense dalam tahap deteksi menawarkan sensitivitas yang tinggi. Dengan demikian, real time PCR menawarkan sensitivitas yang tinggi dan rentang linearitas yang cukup luas sehingga hasil penentuan kandungan DNA atau RNA di dalam spesimen menjadi sangat akurat. Contoh produk komersial yang menggunakan real time PCR yaitu Cobas Taqman.
Real-time PCR atau RT-PCR (jika materi genetik berupa RNA) dapat digunakan untuk penentuan kandungan DNA virus (misalnya virus hepatitis B) dan RNA virus (misalnya virus hepatitis C). Penentuan kandungan DNA atau RNA virus sangat dibutuhkan untuk pemantauan dan penentuan waktu yang tepat memulai pengobatan. Pemantauan pengobatan diperlukan untuk mengetahui apakah obat telah bekerja dengan baik atau tidak.





BAB III
PENUTUP
III.1 kesimpulan
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR) dan atau RT-PCR, merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro, yang dapat digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic, legal and bio-diversity applications, biologi evolusi, Site-directed mutagenesis of genes dan mRNA Quantitation di sel ataupun jaringan.













DAFTAR PUSTAKA
1.      Bartlett, JMS, Stirling, D. (2003). "Sejarah Singkat dari Polymerase Chain Reaction" Protokol PCR.. 226. hlm 3-6. DOI : 10.1385/1-59259-384-4: 3 . ISBN 1-59259-384-4
2.      Kloning Yusuf Sambrook dan David W. Russel (2001) Molekul:. A Manual Laboratorium (3rd ed.). Cold Spring Harbor, NY:. Cold Spring Harbor Laboratory Tekan ISBN 0-87969-576-5 . Bab 8: Dalam Amplifikasi in vitro DNA dengan Polymerase Chain Reaction
3.      Pavlov, AR; Pavlova, NV; Kozyavkin, SA; Slesarev, AI (2004). "Perkembangan terbaru dalam optimasi DNA polimerase termostabil untuk aplikasi yang efisien " Tren Bioteknologi 22 (5):.. 253-260 DOI : 10.1016/j.tibtech.2004.02.011 . PMID 15109812
4.      Sunarto ; Diagnostik Thalassemia dengan Polymerase Chain Reaction 1996 ; Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak ; IUPF Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Macla Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Yogyakarta ; diakses tanggal 5 oktober 2011
5.      Powledge, T.M. 2001. The polymerase chain reaction ; 43 ; diakses tanggal 5 oktober 2011.
6.      Retnoningrum .S. Debby, Replikasi Dan Polymerase Chain Reaction (PCR) ; sekolah farmasi ITB, Bandung, 2010.